Suku Besemah, salah satu suku Melayu tua di Sumatera Selatan, hidup di dataran tinggi sekitar Gunung Dempo dan Gunung Patah dengan wilayah sekitar 1,07 juta hektar yang mencakup beberapa kabupaten, termasuk Empat Lawang, Pagaralam, Muara Enim, dan Ogan Komering Ulu Selatan. Suku ini memiliki sub-suku, yaitu Semende, Gumay, dan Kikim, dan mereka hidup berdampingan dengan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) selama ribuan tahun. Hubungan harmonis mereka dengan gajah terbukti dari penemuan beragam arca bergambar gajah yang berasal dari peradaban megalitikum Besemah. Dari 64 arca yang ditemukan pada 24 situs, sebanyak 14 arca menggambarkan gajah, lebih banyak daripada hewan lain seperti kerbau, babi, dan harimau. Penyebaran kebudayaan megalitik di Besemah ini diperkirakan terjadi dalam dua gelombang: pertama pada zaman Neolitikum (2500-1500 SM) dan kedua pada zaman Perunggu (1000-100 SM).
Namun, keberadaan gajah di wilayah ini kini semakin langka. Di lokasi yang dulunya menjadi habitat gajah, seperti Gunung Megang, Pulau Panggung, Tegurwangi, dan Gumay Ulu, gajah tidak lagi terlihat. Hingga awal 2000-an, gajah masih terlihat di Semende, bagian dari kantong gajah Hutan Jambul Nanti Patah. Syarifudin, warga Desa Cahaya Alam, mengungkapkan bahwa sekelompok gajah terakhir terlihat di Pama, sebuah rawa di kaki Bukit Jambul Nanti Patah, pada awal 2000-an. Warga Semende tetap menjaga wilayah tersebut tanpa membuka lahan, dengan harapan gajah akan kembali. Menurut Malai Ibrahim, tokoh adat Semende, gajah mungkin masih ada tetapi berpindah ke hutan yang lebih tinggi di Gunung Patah. Bagi masyarakat, hilangnya gajah menjadi misteri, karena gajah tidak pernah berkonflik dengan mereka, melainkan hidup harmonis selama berabad-abad.
Djuned Wikanto
Komentar
Posting Komentar